Tentang Tangis Itu
Pada sebuah percakapan, di mobil, saat malam baru saja menjelang, kemarin.
Derasnya suara hujan seakan tidak mampu mengalahkan hening yang tercipta antara gw dan dia. Hanya suasana senyap yang ada.
"Kamu tahu?" kata gw memecah hening. Sebuah kalimat yang entah sudah berapa ribu kali gw gunakan untuk membuka sebuah percakapan dengan dia.
"Apa?"
"Saat kamu tiba-tiba menjauh, dan menghilang saat itu.."
"Ya?"
"Gw sempat berada pada titik nol gw."
"Maksudnya?"
"Gw pasrah."
Dia diam.
"Dan entah kenapa saat itu, batin gw mengambil alih semua percakapan yang melintas di kepala gw."
Dia masih diam, menatap gw.
"Dia bilang, Ji, percayalah, cinta kalian itu lebih besar dari ini semua; cuma kepercayaan yang tersisa di antara kalian; cuma itu yang bisa kalian pegang... untuk saat ini"
Dia terus menatap gw.
"Dia cinta kamu, Ji. Dia pasti akan kembali lagi ke kamu, dengan cintanya." Suara gw makin parau saat mengucapkan itu.
Malu rasanya kalo sampai dia ngelihat gw menangis.
Dia terus menatap gw. Ada buliran bening jatuh dari matanya.
"Dan sekarang kamu ada di sini," ucap gw pelan, sambil tersenyum.
Gw genggam erat jemari lembutnya itu.
***
Sepertihalnya pertengkaran yang lalu-lalu.
Ketika ego dua anak manusia menutup rapat erat logika.
Pada akhirnya cuma berujung pada rindu yang mendera.
Dan cinta tulus itu meluruhkan segalanya.
Tidak ada komentar: