Hubungan Jarak Jauh, Mungkinkah?
Beberapa waktu yang lalu, ada seseorang yang dengan iseng negur gw di Yahoo Messenger gw.
Gw yang saat itu lagi fokus sama kerjaan gw; eh, iya deh, bukan kerjaan, tapi game. Uh, gitu aja kok protes sih! Hihihi; mau ga mau harus ngelirik windows kuning yang dengan riang-nya berkedip-kedip di taskbar gw.
Oh, ternyata dia. Seorang wanita muda, uhm, sebut saja namanya Lia - yang sekarang sedang terpisah ratusan (atau bahkan ribuan?) kilometer dari seseorang yang dia sayangi.
Bahasa gampangnya : she's in the middle of a long distance relationship. Berpacaran jarak jauh dengan seseorang yang dia sayangi.
Dan percakapan ini dimulai dengan dia ngomel-ngomel ke gw; rada heran juga sih, pacar juga bukan, ngapain kok ngomelnya ke gw. Hihihi.
"Mas, aku lagi bingung sama dia."
"Dia?"
"Pacarku mas.. pacarku..."
"Ooo. Kenapa emang?"
Dan selanjutnya dia cerita; mulai dari awal banget dia mutusin untuk nerusin kuliah di negara jiran ini; hingga status pacarnya yang semi-hilang - belakangan ini.
Iya, menurut cerita dari si Lia ini, memang baru kali inilah dia harus berpisah jauh (dan lama) dengan Rudi - kekasihnya, tentu saja.
Hari-hari yang tadinya selalu mereka isi berdua - entah itu dengan canda maupun dengan pertengkaran-pertengkaran kecil - mulai saat ini harus mereka isi dengan sepi.
Apalagi jika hari menjelang malam; saat tidak ada lagi kesibukan; saat tubuh mulai rebah - dan pikiran jauh menerawang; cuma bayangan tentang dia lah yang selalu terlintas. Hingga rindu pun makin menjadi.
Seperti gila, rasanya.
"Lho, itu bagus kan? Artinya, kadar berantem kalian mulai berkurang; dan rasa sayang itu makin dalam, kan?" tanya gw - semi bego.
"Tadinya, memang kerasanya begitu, mas."
"Trus?"
"Awal-awal aku jauh dari dia, entah berapa puluh kali dia telpon aku. Nanya kabar aku, bilang kangen aku, duh, mas, pokoknya semua yang dia ucapin - kadang bikin aku sedikit menyesal sudah memilih untuk kuliah di sini; jauh dari dia."
"Hm? Trus?"
"Tadi pagi dia marah-marah. Dia bilang, aku gak pernah bisa ngertiin dia; ga pernah bisa jaga perasaan dia."
Lia diam.
Beberapa saat kemudian, dia cerita lagi. Kalo kekasihnya itu protes ke dia; menurut si Rudi, saat dia memendam rindu yang teramat sangat atas sosok Lia, eh, si pacar ini (Lia - maksudnya), malah lagi asyik jalan-jalan sama temen-temen baru kampusnya - seperti ga mau tau perasaan dia.
Hingga kalimat "kamu ga pernah mau ngerti perasaanku" pun terucap dari bibir si Rudi.
"Trus, Li?"
"Setelah dia diem (baca: ngambeg) itu; sekarang dia susah banget dihubungi, mas. Hape-nya dimatiin; aku kelimpungan; bingung mikir - ada di mana dia sekarang."
Sekarang gantian gw yang diem; sumpah baru kali ini gw denger ada laki-laki yang doyan ngambeg. Hihihi; karena setahu gw, yang doyan ngambeg itu cuma kambing.
Hihihi, itu sih ngembik, ya? Becanda Liiii!
Balik lagi ke masalah si Lia.
Jujur, gw emang ga pernah sekalipun ngerasain yang namanya hubungan jarak jauh. Paling jauh, gw cuma pacaran sejauh 1 kilometer; hingga jika ada masalah, gw bisa naik motor - atau paling apes, naik becak untuk menyelesaikan permasalahan. Hihihi. Dan itu pun akhirnya jadi istri gw yang sekarang. Sehingga, mungkin nanya tentang masalah seperti ini ke gw - bisa jadi adalah sebuah kesalahan terbesar yang pernah dibuat Lia dalam hidupnya. Hehehe.
But of course, I will still try my best to help my best friend here.
Gimana ya?
Ok, mari kita mulai dengan sebuah perumpamaan. Kalo menurut gw; hubungan jarak jauh itu sama halnya dengan orang yang harus diamputasi karena sebuah penyakit yang kronis. Dokter bilang - dengan logika yang ada - organ tubuh kamu itu harus diamputasi; karena jika tidak, penyakit itu akan menyebar kemana-mana.
Kok kejam gitu perumpamaannya, Ji?
Well come-on. Let's get real! Buat kalian-kalian, yang pernah (atau malah sedang) menjalankan sebuah hubungan jarak jauh - pasti sering banget ngerasain hati ini tiba-tiba deg-degan ga karuan; kadang sering muncul curiga yang berlebihan; bahkan, kadang tanpa sebab, tiba-tiba kita jadi marah-marah karena cemburu akan sesuatu yang ga jelas.
Pasti pernah, hayo ngaku!
Itu lah yang gw maksudkan dengan penyakit yang kronis - hingga harus segera diamputasi. Maksudnya, cinta itu harus segera diputus, dihentikan. Sakit memang. Tapi, jika tidak, tentu saja rasa sakit ini akan semakin menjadi; tiap hari kita bisa terus murung - hingga sedikit-banyak akan mengganggu apapun yang kita lakukan di tempat yang jauh ini.
Ji, kok kejam banget sih sarannya?
Humm, jangan nuduh dulu - dengerin dulu lanjutannya. Ok?
Sepertihalnya pasien yang sedang menderita penyakit kronis semacam itu; tentu saja kita tidak serta-merta menyetujui apa yang dikatakan oleh si Dokter itu.
Bisa jadi kita mencari opini kedua, ketiga, dan seterusnya - dari dokter yang lain. Mungkin saja diagnosa dokter yang pertama ini salah - hingga hal terburuk itu tidak perlu dilakukan.
Atau bahkan, jika memang semua jalan "normal" sudah buntu. Tidak sedikit orang yang akhirnya memutuskan untuk menempuh penyembuhan secara alternatif (non dokter) - atas penyakitnya ini.
Dan "obat alternatif" untuk kalian yang sedang mengalami penyakit dalam hubungan jarak jauh ini adalah : rasa cinta dan percaya pada pasangan kalian.
Karena, hanya itulah yang (saat ini) kalian miliki.
Percayalah, bahwa dengan obat yang sederhana itu - sedikit demi sedikit penyakit yang menggerogoti hubungan kalian itu - akan dapat tersembuhkan; hingga akhirnya semua bisa berakhir indah, seperti yang selalu kita impikan.
"Li, selain rasa percaya, apalagi yang bisa kita lakukan? Dan semua pikiran yang positif - pasti akan menghasilkan sesuatu yang positif juga."
Lia cuma diam.
Gw pun kembali sibuk dengan pekerjaan gw.
Beberapa saat setelah itu, window berwarna kuning itu kembali berkedip-kedip di desktop notebook gw.
"Masss... ternyata batere hape si Rudi itu low-batt; pantes dia ga bisa dihubungi dari tadiii...," ucapnya penuh semangat; bahagia jelas terpancar dari kalimat itu.
Gw cuma senyum; senyum yang ga mungkin bisa dia lihat dari sana - karena toh, gw juga terpisah jarak ribuan kilometer dari tempat dia berada.
Semoga cuma yang terbaik yang terjadi untuk kamu, Li.
3 komentar:
yup
..*LDR Memang sebuah penyakit Kronis.
terlalu banyak yg di korbankan.
waktu...
hati...
pikiran...
perasaan...
hasilnya..GaGal.
*get Real saja lah.
mana km bisa tau dia setia atau tidak kan?
cinta?
setia?
percaya?
kadang semua itu gak cukup*kalo cuma diomongin aja tanpa bukti. semua pasti terkikis oleh waktu.
trust me *mode skeptis On
lesson moral-y :
jangan pernah coba2 model pacaran begini.
cheers
Kirain terinspirasi sama ceritaku kemarin, Bro... :D
LDR memang hubungan berat, tapi kalo dijalani dengan dan ada satu tujuan pasti satu lagi niat, pasti berhasil.
Menjalani hubungan, bukan mo nyari susah kan, sebisanya positip thingking aja, yah kalo kita melakukan yg baik, pecaya kita akan dapat balasan yang baik juga..indeed..
Yang penting kepercayaan dan komunikasi...
*angel mode on...